Napak Tilas Buku “Melintasi Dua Jaman” Karangan Elien Utrecht (Bagian I)


Melintasi 2 Jaman
Melintasi 2 Jaman

Sebuah buku bersampul hijau menarik perhatianku saat mengunjungi stan Komuitas Aleut di sebuah acara di kawasan Cikapundung. Judul buku itu Melintasi Dua Jaman, karya seorang Ibu Indo Belanda, yang lahir di Indonesia pada jaman sebelum perang (tahun 1921) dan kembali ke Indonesia sampai akhirnya terpaksa kembai ke Belanda karena situasi politik yang tidak memungkinkan. Salah satu penyebab pulangnya beliau ke Balanda akibat pandangan politik suaminya Ernst Utrecht, seorang dosen ilmu hukum yang sempat menjadi anggota DPA jaman Presiden Sukarno. Hal yang menarik perhatianku dari buku ini adalah didalamnya disebutkan bahwa Ernst Utrecht pernah menjadi dosen di Universitas Tawang Alun di Jember tahun 1963-1965. Universitas Tawang Alun merupakan cikal bakal Universitas Jember yang didirikan tanggal 10 November 1957. Siapa tahu beberapa serpihan sejarah Jember bisa kukumpulkan lewat buku ini.. tapi ternyata sungguh diluar dugaan.. ada hal lain yang lebih seru, perjalanan hidup Elien dan Ernst Utrecht yang berpindah-pindah sungguh menarik untuk dinapaktilasi.  Biar tidak penasaran dengan cerita yang ditulis didalamnya silahkan baca “Memoar dari Negeri Seberang” yang ditulis salahs eorang pembaca buku ini.  Biar isinya berbeda, aku lebih suka mencoba merekonstruksi tempat-tempat yang pernah disinggahi oleh Elien Utrecht dalam buku ini. Berikut potongan daerah yang pernah disinggahinya :

1.  Malang

Di tahun 1936, Elien Utrecht tinggal di rumah dinas PG Sempalwadak,  yang merupakan bagian dari PG Kebon Agung, Malang. Bapaknya adalah seorang pegawai pabrik gula yang tempat kerjanya selalu berpindah-pindah. Dari beberapa sumber di internet didapat cerita bahwa Pabrik Gula Kebon Agung mulai didirikan pada tahun 1905 di Malang oleh seorang pengusaha bernama Tan Tjwan Bie. Kapasitas giling pada waktu itu 500 tth. Sekitar tahun 1917 pengelolaan PG Kebon Agung diserahkan kepada NV. Handel & Landbouws Maatschapij Tideman van Kerchem sebagai Direksinya, kemudian dibentuk Perusahaan dengan nama NV. Suiker Fabriek Kebon Agoeng yang disebut PT PG Kebon Agung dan disahkan dengan akte Notaris Hendrik Willem Hazenberg pada tanggal 20 Maret 1918 dengan No. 155, dan disahkan dengan Surat Keputusan Sekretaris Gubernur Hindia Belanda tanggal 30 Mei 1918 No. 42, didaftar dalam register Kantor Pengadilan Negeri, Surabaya dengan No. 143.

Pabrik Gula Kebun Agung, Malang
Pabrik Gula Kebun Agung, Malang

Pada tahun 1932 seluruh saham PT PG Kebon Agung tergadaikan kepada de Javasche Bank Malang dan pada tahun 1936 PT PG Kebon Agung dimiliki oleh de Javasche Bank. Dalam RUPS Perseroan tahun 1954 ditetapkan bahwa Pemegang Saham PT PG Kebon Agung adalah Spaarfonds voer Beamten van de Bank Indonesia (yang kemudian bernama Yayasan Dana Tabungan Pegawai Bank Indonesia) dan Bank Indonesia (atas nama Yayasan Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua Bank Indonesia)

Saat di Malang Elien Utrecht bersekolah di HBS Malang. Lagi-lagi berkat Mbah Google, rupa HBS Malang tahun 1930 bisa dilihat sampai saat ini. Ohya karena aku jarang ke Malang jadi gak tahu apakah gedung sekolah ini masih ada atau tidak seperti halnya ex HBS di Bandung yang sekarang dipakai oleh SMA 3 dan SMA 5 Bandung. HBS Malang didirikan tahun 1927. Kemungkinan HBS Malang sekrang menjadi SMA Tugu, komplek SMA 1, 3 dan 4. Jika ada informasi lebih akurat mohon diinfokan ke saya ya.. 🙂

 

HBS-MAlang-tahun-1930an
HBS, MAlang-tahun-1930an

2.  Situbondo, Bodowoso, Semarang dan Surabaya

Sebenarnya setelah bersekolah di Malang, Elien Utrech sempat bersekolah di Jakarta. Tepat menjelang jatuhnya Hindia Belanda ke tangan jepang, Elien Utrecht kembali ke Malng dan selanjutnya pergi ke Panji, Situbondo, tempat bapaknya bertugas. Pabrik Gula Panji terletak di Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, Situbondo. Didirikan oleh pemerintahan Belanda pada tahun 1884 di bawah naungan Kantor Pusat NV. Tie Demand Van Kerchem di Negeri Belanda dan perwakilan di Surabaya. Saat ini di bawah PTPN XI. Di area PG Panji ini Elien Utrecht dan keluarga menjadi tawanan tentara Jepang seperti keluarga Belanda yang lain selama 20 bulan. Pada akhirnya, Elien Utrecht dan ibunya dipindahkan ke Bondowoso, Jember, Malang dan Surabaya. Sampai akhirnya ditempatkan di kamp Halmahera di Semarang.  Nah, Elien sendiri tidak yakin, Halmahera in nama daerah atau nama jalan mengingat kondisinya sangat darurat dalam pengawasan tentara Jepang. Kalo ditelusuri, Halmahera yang dimaksud kemungkinan ada Jalan Halmaher Semarang yang termasuk Kelurahan Karang Tempel Kecamatan Semarang Timur. Tidak jelas lokasi tepat kamp interniran tersebut tetapi sampai sekarang masih tersisa beberapa rumah-rumah lama. Seperti di Bandung, salah satu kamp interniran adalah di kawasan Cihapit, masih dapat ditemui rumah-rumah lama. Nama Jalan Halmahera kemungkinan sudah ada sejak jaman Belanda, juga seperti di Bandung, nama Jalan Aceh, Jalan Menado dan lain-lain sudah ada sejak jaman Belanda.

Pabrik Gula Panji, sekitar tahun 1890-an.. tanda tahun ada di cerobong asapnya
Pabrik Gula Panji, sekitar tahun 1890-an.. tanda tahun ada di cerobong asapnya

Setelah Jepang  menyerah Elien dipindahkan ke Surabaya, di Jalan Kapuas dibelakang Rumah Sakit Darmo.  Rumah Sakit Darmo ini terletak di Jalan Raya Darmo no 90 dan masih ada sampai sekarang. Bangunan Rumah Sakit ini didirikan tahun 1921, dengan batu pertama diletakkan oleh oleh G. Mejuffr Hempenius Direktris SZV (Surabajasche Zieken Verpleging) dan arsiteknya Citroen. Tetapi kemungkinan Rumah Sakit ini sudah berdiri sejak tahun 1896 karena tahun 1996, RS Darmo menerbitkan buku laporan tahun ke-100. Saat jaman pendudukan Jepang, rumah sakit ini dijadikan kamp interniran bagi wanita dan anak-anak. Bulan Oktober 145 di halaman rumah sakit ini terjadi insiden yang memicu perang 3 hari di Surabaya yang  kemudian menjadi awal terjadinya perang 10 November 1945.

RS Darmo, SUrabaya. Salah satu bangunan heritage di Surabaya. Saksi kekejaman tentara Jepang dan peristiwa 10 November
RS Darmo, SUrabaya. Salah satu bangunan heritage di Surabaya. Saksi kekejaman tentara Jepang dan peristiwa 10 November

Awal tahun 1946, Elien dan keluarganya pergi dari Indonesia dan tiba di Belanda April 1946.  Di Belanda, Ia sempat kuliah dan menikah dan mempunyai anak tahun 1950. Suaminya, Ernst Utrech menginginkan mereka kembali ke Indonesia.

3.  Kembali ke Indonesia,  Malang  dan Makasar

Tahun 1952, Elien dan Ernst Utrecth tiba di Jakarta dan segera setelah itu mendapat penempatan di Malang. Ernst menjadi dosen di Kursus Dinas C milik Departemen Dalam Negeri. Kursus Dinas C ini ditujukan untuk mencetak pamong praja. Kursus Dinas C akhirnya menjadi Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 15 Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN DI Malang bersifat nasional berdasarkan SK Mendagri No. Pend. 1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno dengan direktur pertama Mr. Raspio Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional pertama ini adalah lulusan KDC yang direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi selaku kader pemerintahan pamong praja yang bergelar Sarjana Muda (BA). Saat ini APDN menjadi STPDN dan saat ini menjadi IPDN. Selama di Malang, Elien mendapat rumah dinas di Jalan Ijen no 63. Sejauh yang aku tahu kawasan Jalan Ijen di Malang adalah kawasan yang ditata oleh Herman Thomas Karsten (Amsterdam, 22 April 1884 – Cimahi, 1945). Kawasan Ijen ini menjadi salah satu landmark kota Malang dan sampai sekarang masih banyak rumah-rumah kuno peninggalan Jaman Belanda. Elien Utrecht tinggal di Malang sampai tahun 1956 dan pindah ke Jakarta karena suaminya diangkat menjadi dosen di Universitas Indonesia dengan penugasan perintisan universitas negeri di Makasar yang kemudian menjadi Universitas Hasanuddin. Mereka tinggal di area Universitas Hasanuddin lama di daerah Baraya dan kemudian pindah ke daerah dekat pantai Losari yang dulunya kompleks perumahan pegawai keuangan jaman Belanda.

Masa tinggal di Makasar tidak terlalu lama karena kemudian kembali ke Malang sebelum akhirnya pindah ke Jakarta. Karena tidak lagi menjadi dosen di KDC Malang, maka Elien tidak ke rumah yang di jalan Ijen tetapi tinggal di Jalan Taman Selamet Malang, tidak jauh dari Jl Ijen. Sayangnya tidak ada informasi di Jalan Taman Selamet nomer berapa ia tinggal. Sampai saat ini beberapa bangunan kuno masih bisa kita temui di jalan itu. Ohya, rumah dinas yang pernah di tempat Elien di Jl Ijen no 63 sekarang sudah berubah jadi rumah gedong, magrong-magrong pinggir embong.. Sudah tidak berupa rumah peninggalan Belanda lagi… Ini hasil penelusuran oleh teman yang tinggal di Malang.

Salah satu rumah lama di Jl Taman Selamet, Malang
Salah satu rumah lama di Jl Taman Selamet, Malang

Ceritanya selesai..belum.. masih panjang.. tapi berhubung capek sampai disini dulu ya.. Insya Allah disambung lagi

Eh lanjutannya silahkan baca disini

Sumber :

  1. http://www.pgtrangkil.com/proptkba.php
  2. https://commons.wikimedia.org/wiki/File:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_De_H.B.S._te_Malang._TMnr_60005916.jpg
  3. https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=614177275279071&id=184371804926289
  4. http://wikimapia.org/3399548/PG-Kebon-Agung
  5. http://neeprinses.blogspot.com/2012/12/sejarah-pabrik-gula-kebon-agung-malang.html
  6. http://thearoengbinangproject.com/surabaya/rumah-sakit-darmo-1.jpg
  7. http://www.alltravels.com/indonesia/east-java/malang/photos/current-photo-85998170

7 responses to “Napak Tilas Buku “Melintasi Dua Jaman” Karangan Elien Utrecht (Bagian I)”

Leave a Reply