Kenangan Napak Tilas Letkol Moch. Sroedji (NALASUD)Tahun 1992


Beberapa hari yang akan datang (15-20 Agustus 2014) akan dilaksanakan Napak Tilas Letkol Moch Sroedji (NALASUD) ke XV. Kebetulan 22 tahun yang lalu, Aku sempat mengikuti NALASUD pada tahun 1992, entah NALASUD keberapa, yang pasti  saat itu aku baru naik kelas 2 SMA. Bersama 2 teman SMA 1 Jember yang lain, aku bolos sekolah untuk mengikuti NALASUD dari tanggal 11-16 Agustus 1992, ya bolos, karena surat permohonan ijin resmi ke sekolah tidak mendapat persetujuan dari pihak sekolah.

Dengan tekad membaja dan semangat perjuangan, kami bertiga, Aku (Achmad Rizal), Kadek Dharma (sekarang dokter kandungan di Jember) dan Hanindya W (sekarang bekerja di perusahaan swasta di Jember) berangkat untuk mengikuti NALASUD yang diadakan oleh Ambalan/Racana Damarwulan dan Srikandi. Terakhir baru faham aku kalau nama Damarwulan diambil dari nama Brigade yang dipimpin oleh Letkol Moch. Sroedji.

Perjalanan dimulai

Kegiatan dimulai pada Hari Selasa, 11 Agustus 1992 sekitar jam 2 siang, berupa upacara pembukaan di depan Sanggar Pramuka UNEJ di belakang PKM UNEJ, Jl. Kalimantan. Kegiatan dibuka oleh Pembina Pramuka UNEJ, Kak Rahayu dan Kak xxxxx Sembiring, lupa nama lengkapnya. Setelah dibuka dan dilepas, kami berangkat ke Kreyongan untuk ziarah ke makam Letkol Moch Sroedji. Baru kali itu aku kesana, sekalipun aku sering wira-wiri ke daerah itu. Setelah ziarah ke makam Letkol M Sroedji, kami berangkat menuju Manggisan Tanggul menggunakan truk untuk memulai kegiatan NALASUD tahun 1992.

Di Manggisan, kami menginap di satu rumah yang memiliki kolam dengan sumber air artesis, jadi peserta pria, mandi berendam rame-rame :). Malam itu setelah makan malam, kami berkumpul untuk mendengar cerita dari pelaku sejarah di sekitar Manggisan. Mereka bercerita bagaimana perjuangan pasukan yang dipimpin Letkol Moch. Sroedji. Aku lupa nama-nama beliau dan detail ceritanya, tapi hal yang berkesan bahwa dalam satu pertempuran paling hanya timbul 1 korban jiwa, tidak sampai puluhan atau ratusan seperti di film-film. Dalam buku ‘Perang Bali’  I Gusti Ngurah Pindha menyatakan dalam pertempuran yang terlihat besar memang tidak selalu timbul korban jiwa yang besar, tapi efek dan tujuannyalah yang lebih penting.

Hari Pertama, Rabu, 12 Agustus 1992

Setelah sarapan dan upacara pagi, sekitar jam 08.00, perjalanan NALASUD dimulai. Peserta berjalan beriringan dipandu oleh panitia sebagai penunjuk jalan di depan dan di belakang sebagai sweeper. Tidak ada tanda route. Yang menarik, pada kaos peserta terdapat peta route yang yarus dilalui dari start sampai finish. Paling tidak route yang terdapat pada kaos menjadi panduan singkat kami. Route kami pada hari pertama adalah Manggisan, Tanggul – Badean, Bangsalsari – Sukorejo, Bangsalsari. Jika route ini diambil garis lurus, rasanya tidak ada masalah, tetapi untuk jalu Manggisan – Badean, arahnya naik ke lereng barat Argopuro melewati hutan lindung, perkampungan dan perkebunan. Dari atas lereng pegunungan kami bisa melihat bahwa besok hari kami harus sampai di Sumberrejo, Ambulu yang nun jauh di bawah sana, dan 3 hari kedepan kami harus sampai di Karang Kedawung, Mumbul sari di ujung Timur. Rasanya gentar juga saat itu, tapi berhubung hari pertama, tenaga masih kuat sehingga jarak yang terlihat jauh tidak kami hiraukan.

Berhubung hari itu hari pertama kami napak tilas, kekompakan belum terbentu. Peserta yang di depan jauh meninggalkan beberapa peserta di belakang.  Akibatnya beberapa peserta kehilangan arah dan harus bertanya-tanya pada penduduk yang dilewati. Sekitar jam 10 pagi, aku sempat bertanya pada seorang penduduk setempat. Beliau menjawab bahwa desa Badean sekitar 1 km dari posisi kami.. wal hasil jam 15.00 kami baru sampai Badeyan. Jawabannya tidak akurat sama sekali.. 🙂

Sampai Badeyan, kami makan siang.. setelah sholat beristirahat sejenak untuk melanjutkan perjalanan sampai titik bermalam hari itu di Sukorejo, Bangsalsari. Artinya kami harus turun sampai ke jalan raya. Sebelum melanjutkan perjalanan, kami dibriefing bahwa dalam perjalanan kami adalah team sehingga rombongan tidak boleh terpisah, yang kuat membantu peserta putri yang mungkin tidak kuat. Ini untuk mengurangi resiko ada peserta yang kesasar seperti pada etape sebelumnya.  Etape kedua, hari pertama ini relative lebih mudah karena kami tinggal menuruni perbukitan melalui jalan tanah melewati tegalan dan kebun kopi. Tidak melewati hutan seperti sebelumnya. Menjelang maghrib, kami sampai di Masjid kebun Banjarsari, Bangsal. Kami beristirahat sejenak sambil sholat Maghrib. Setelahnya kami  melanjutkan perjalanan sampai ke Balai Desa Sukorejo, Bangsalsari sebagai titik finish perjalanan hari pertama.  Setelah istirahat dan makan malam, kami beramah tamah dengan pamong desa dan dihibur dengan acara kesenian sebelum akhirnya tidur setelah ada briefing malam.

posterNalasud
Nalasud XV, 2014

Hari Kedua, Kamis, 13 Agustus 1992

Pagi-pagi kami bersiap-siap untuk perjalanan hari kedua. Kakiku ternyata terkilir sehingga sakit jika dipakai untuk berjalan pelan. Seperti biasa setelah apel pagi, kami start menuntaskan episode kedua. Rute yang harus dijalani adalah Sukorejo, Bangsalsari – Balung Tutul, Balung – Lojejer, Wuluhan – Sumberrejo, Ambulu. Karena sudah berpengalaman pada hari sebelumnya, kami berjalan beriringan, apabila ada yang kepayahan ada 2 atau 3 orang yang mendampingi agar tidak tertinggak rombongan. Sementara panitia menyebar di depan, tengah dan di belakang sebagai sweeper. Route hari kedua ini kami sebut dengan route neraka, sekitar jam 11 siang, ditengah terik matahari bulan Agustus, kami harus berjalan ditengah kebun tebu tanpa pohon peneduh..lebih parah lagi saat harus melintasi sisi Timur bukit kapus Grenden… panasnya gak karuan.. sebagian besar dari kami menggunakan handuk untuk melindungi kepala dari panas matahari. Seorang peserta (Kak Anita Anggriani, Prodi KS, FISIP UNEJ) yang badannya agak subur, tertinggal agak jauh dari rombongan sampai panitia yang menjadi sweeper menyanyikan lagu Gugur Bunga special untuk membangkitkan semangat beliau.. and it’s work 🙂

Pos 1 hari itu adalah di Balai Desa Lojejer, Wuluhan. Setelah beristirahat, makan siang dan sholat… kami melanjutkan perjalanan ke Pos II tempat kami menginap hari itu, Balai Desa Sumberrejo, Ambulu. AKu gak hapal jalannya soalnya perjalannya sampai malam. Tapi yang pasti kami melewati beberapa kampung yang banyak warganya memeluk agama Kristen karena malam itu mendengar banyak rumah mengadakan semacam ’pengajian’.. mungkin karena malam Jumat.

Mendekati Sumberrejo Ambulu, gak tahu desa apa, ada sebuah rumah yang menjadi tempat istirahat sementara dimana kami sempat istrrahat dan sholat Maghrib. Setalah dari situ aku berlari sendirian karena kakiku yang keseleo tambah sakit jika dipakai berjalan pelan.. jadi lari aja, sakitnya jadi gak kerasa.. Alhasil sesampai di Pos II, aku kena hukuman he..he.. Malam itu acara bersih-bersih, sholat, makan malam dan istirahat malam untuk mengumpulkan tenaga buat perjalanan besok pagi.

Route
Iseng-iseng bikin rutenya.. hasinya ngawur.. he..he.. minimal buat gambaran arahnya kemana saja

Hari Ketiga, Jumat, 14 Agustus 1992

Pagi-pagi, Aku dan beberapa teman sempat jalan-jalan ke pasar untuk membeli asem buat di campur air buat dopping di jalan. Berdasar pengalaman hari sebelumnya, rasanya perlu mempersiapkan minuman segar buat di jalan.  Setelah apel pagi dan menjalani hukuman buat yang melanggar disiplin (model hukumannya tak ceritain di belakang ya).. perjalanan hari itu dimulai. Hari itu hari Jumat, jadi kami berjalan agak santai sambil menunggu waktu sholat Jumat. Kami  beristirahan di Balai Desa Andongsari dan sholat di masjid di Pasar Desa Pontang, tidak jauh dari Balai Desa Andong sari.
Perjalanan setelah sholat Jumat aku gak ingat banyak, yang pasti rutenya sangat nyaman, adem, gak terlalu panas dan yang pasti tidak terlalu jauh. Tujuannya Tempurejo, aku lupa di Balai desa atau rumah penduduk. Hari itu ada 1 peserta putri, pramuka UNej yang terpaksa mengakhiri kegiatan karena alasan kesehatan. Kami sampai di Tempurejo kira-kira menjelang Maghrib, tidak seperti dua hari sebelumnya yang biasanya sampai di atas jam 8 malam. Tapi karena tenaga sudah banyak terkuras..jadi gak sempat memperhatikan kondisi sekitar.

 Hari Keempat, Sabtu, 15 Agustus 1992

Hari ini hari terakhir, jadi semua orang bergembira sekalipun beberapa sudah lecet-lecet kakinya. Bahkan ada satu orang Mbak-mbak, mahasiswi Sastra Unej yang kakinya melepuh semua tetapi tetap semangat menuntaskan sisa rute yang harus ditempuh. Ada satu peserta yang mungkin karena kelelahan mulai meracau tidak jelas, aku sempat kuatir dengan kondisinya, tapi setelah dijelaskan oleh seorang Kakak mahasiswa, barulah tenang  bahkan ikut nggodain mbaknya yang ngoceh ngalur-ngidul gak jelas he..he..

Hari itu rasanya perjalanan lambat sekali, sedikit-sedikit kami harus istirahat.. ternyata hal itu disengaja oleh panitia supaya kami sampai ke Karang Kedawung setelah Maghrib. Ternyata irama berjalan kami terlalu cepat sehingga perlu dihambat. Kami mengusuri saluran irigasi di lereng gunung Mumbul di wilayah Mumbulsari, ini bikin kami tidak cepat lelah..

Setelah Maghrib, kami sudah mendekati Karang Kedawung. Kami berbaris dan dikondisikan supaya tenang dan khidmat. Di area sekitar monument, Panitia sudah mempersiapkan penyambutan dan acara untuk renungan.. Suasananya sangat khidmat membuat kami terdiam, di telingaku seolah-olah terdengar desingan  peluru, rasanya kembali ke masa dimana pertempuran terjadi. Semua peserta menitikkan airmata karena larut dalam suasana, bahkan ada 1 atau dua orang yang histeris menambah syahdunya malam itu. Begitu beruntungnya kami hanya napak tilas, hanya berjalan di dalam kondisi aman.. tidak seperti mereka yang harus bertaruh nyawa…

Selesai acara, kami beristirahat, kebetulan ada musholla dan pendopo kecil disana.. jadi ya tidur seadanya ..  Besoknya, kami mengadakan upacara dan kembali ke Sanggar Pramuka Unej menggunakan truk.

Beberapa hal menarik selama NALASUD :

  1. Semua peserta diwajibkan atau dihimbau untuk membawa pembalut secukupnya, baik peserta putra maupun putri. Ternyata pembalut digunakan untuk alas kaki sebelum menggunakan kaos kaki. Kaki dilumuri minyak goreng yang dicampur dengan bawang merah, kemudian dialasi pembalut, baru kemudian memakai kaos kaki. Resep ini cukup ampu tapi bau.. bau bawangnya.. Biasanya setelah istirahat sholat Dhuhur, pembalut nya dibuang gak dipakai lagi, jadi hanya dipakai untuk perjalanan siang.. Jadi untuk keperluan ini carilah pembalut yang tebal, jangan yang tipis.. dan gak perlu yang bersayap..
  2. Selama kegiatan, disiplin selalu ditegakkan. Semua pelanggaran ada hukumannya. Selain push-up, hukuman yang biasa digunakan adalah menghafalkan 100 atau lebih nama tanaman yang ditemui sepanajng jalan. Hukuman ini nanti disetor didepan upacara saat akan ada pemberangkatan lagi dari pos. Trik supaya gak kurang jumlahnya adalah menyebutkan nama tanaman sesuai abjad.. Jadi pserta yang kena hukuman secara otomatis akan langsung menyebutkan : A.. Asem.. (sambil monyong ke panitia yang menguhukum 🙂 )..  Jambu Air..Jambu Batu.. Jamu MONYET.. (sambil mesem ke panitia.he..he..)
  3. Makanan peserta dijamin oleh panitia, disetiap di pos antara saat istirahat sholat Dhuhur, biasanya dipepetin dekat dengan waktu Ashar.. begitu juga untuk makan malam dan sarapan disediakan di tempat istrirahat malam, sekaligus tempat tempat start. Untuk itu sebaiknya membawa makanan ringan yang cukup ‘ngganjel’ . daripada coklat rasanya kurma lebih praktis, karena kalo coklat takutnya leleh karena rute yang dilewati cukup panas. Untuk air biasanya minta ke rumah-rumah penduduk yang dilewati.. sekalian ikut merasakan bagaimana dukungan rakyat pada pasukan Letkol M Sroedji J
  4.  Di hari terakhir biasanya kondisi sudah sangat jenuh dan lelah. Jika di kaki sudah ada yang melepuh/menggelembung, jangan dipecahkan sebab nanti kalau lecet rasanya lebih nyeri.. biarkan saja sambil dijaga supaya tidak pecah.. Kalau ada yang diam terus, harus didekati diajak ngobrol supaya tidak kosong, jangan sampai stress terus meracau gak karuan seperti mbak-mbak yang aku ceritain.

Setiap peserta NALASUD yang berasal dari Pramuka Unej akan mendapatkan semacam wing berbentuk telapak kaki dan tulisan NALASUD. Aku dan 2 temanku, karena dari SMA 1 Jember, tidak mendapat wing tersebut..padahal pengen banget. Tapi pengalaman mengikuti NALASUD sungguh membekas.. tidak akan pernah lupa .. Salam Pramuka


2 responses to “Kenangan Napak Tilas Letkol Moch. Sroedji (NALASUD)Tahun 1992”

Leave a Reply to Fahrun NisaCancel reply